KEWUAN GEKEN DERAN




Suku Kewuan berasal dari wajo sulawesi selatan yang berlayar mencari kehidupan baru yang sampai akhirnya tiba di labuan baju - manggarai mendiami wilayah pocor naka. Suban wayong dan istrinya Ina Sabu wae bele belum dikaruniai seorang anak. Kehidupan terasa hambar namun pada suatu hari mereka pergi kekebun dan disana terjadi sebuah peristiwa "kewulo lolon gora, kew'o wue bet'a (daun buluh berguguran dan buah dari buah pohon terbelah) muncul seorang anak laki-laki dengan senang hati sepasang suami dan istri ini mengambil anak itu dan merawatnya. Akan tetapi anak itu kemudian mati di injak seekor kerbau, sang ayah suban wayong mengambil senjata tumbuk hendak menembak kerbau itu namun kerbau tersebut berkata kepada suban wayong "go kali yadi gati, go kali dewa wu'" (saya akan ganti melahirkan anak dan membuatnya jadi banyak) sehingga sampi dengan hari ini suku kewuan tidak makan kerbau karena dianggap sebagai nenek moyang.

Semakin hari semakin banyak orang (ba bega)  yang mendiami pocor naka membuat tempat semakin sempit (uli to ale taga), suban wayong dan istrinya memikirkan untuk meninggalkan pocor naka atas usul Ina Sabu Wae bele mereka harus bua pana (berlayar). Keesokan harinya Suban wayong mengajak adiknya nubi lela (geto kayo lota yo' tula tena) mencari kayu membuat sampan tetapi sampan itu berada di gunung sedangkan laut sangat jauh. Akhirnya Suban wayong pun berkata 'go pole kemora rae ile hau, pemetuk lali wat'e gere' ( mengharapkan bencana alam) dan merekapun pergi bersama keluarga meninggalkan pocor naka, tak lupa pula mereka membawa wu'a wato ( barang adat) dan u'a kenalu (gulungan rotan). U'a kenalu ( gulungan rotan) merupakan permintaan Ina Sabu kepada bapak Suban wayong, mo bao lau tasi lau nuse (berlayar dilaut) wai waha ana gaka mo gute a ( kalau kita kehabisan air bagaimana?) Mo boa u'a lali tahi tiba gere wai (buang gulungan rotan di laut maka dalam gulungan rotan itu adalah air yang bisa diminum).

Mereka berlayar menujuh Dili timor timur atau sekarang timor leste yang di kemudi oleh Ina sabu wae bele seorang supra natural bisa melihat apa saja (mate nelo). Sebelum tiba di dili mereka bertemu dengan monga resi eme yang terapung dilautan karena dianggap sebagai suanggi. Dileher monga resi eme ada 2 buah ketupat yang di dalamnya hati manusia. Ina sabu meminta suban wayong (paka tupa pee waha kedi boa) ambil ketupat itu buka dan buang maka monga resi eme pun menjadi orang baik.

Di Dili mereka berlayar menujuh Baranusa Kalabahi, dan Malakalu pun menikah dengan orang baranusa dengan belis sebuah moko atau wulu begitu orang kami menyebutnya masih ada sampai detik ini tapi selalu berpindah tempat pada kawasan pendaratan pertama. Dari kalabahi baranusa mereka menujuh lepe bata ramu pana begitu mereka menyebut atau menamai pulau lembata saat ini.

Dari lembata mereka ke bole wutu adonara kemudian ke delang, botung ( Botu lama nia, sese mate mee) demikian mereka menyebut botung. Setelah itu mereka ke Sarabiti (lohayong) terus ke moton wutun dan menyebut kera moton wutun, melu lolon bura (LAMA KERA saat ini) dari lamakera mereka ke Riang Sungai solor barat dan menyebut tempat itu dengan (Menela ai matan, kewaka rua nebo). Belum puas mereka pergi lagi akhirnya tiba di Mau lama rebon, kei heri botan wutun, bao dete liwo lolon. Hone basa pupu wutun dan melebur dengan orang-orang yang sudah ada sebelumnya, membuat sebuah kampung yang sampai saat ini disebut Lamaole atau Lewotanah Ole.


NB. cerita atau kisah ini jauh dari sempurna..dan masih membutuhkan tambahan dari orang-orang Geken Deran yang lain. Geken deran Lohayong, Lamakera, Delang, Botung, dan tanjung bunga kawasan pantai mari kita bersama-sama melengkapi kisah ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AKU DAN LELAKIKU

ABERASI RASA